19 March 2009

Burung Bakar


Tahun 1980-an akhir masih sedikit hiburan. Waktu itu saya masih SD. Kebetulan diajak pergi berburu sama tetangga sebelah. Ada 4 orang yang berangkat, dan saya adalah anggota yang terkecil. Lainnya sepantaran anak SMA. Berangkatnya pagi hari, mumpung matahari masih bersahabat.

Bawa senapan angin 5 mm, korek api dan pisau.Ini pengalaman pertama memegang senapan angin, diajari sama senior. Mulai dari cari memegang, memompa, memasukkan peluru, membidik, mengunci dan menembak sasaran. Rasanya bangga sekali, meskipun belum diijinkan menembak burung. Yang jadi sasaran adalah buah-buahan.

Daerah perburuannya di kampung-kampung dan sawah. Jalan kaki sekitar 1 jam dari rumah. Pokoknya sambil jalan, mata harus jeli melihat sekitar. Kalau ada burung langsung diam dan berhenti lalu siap-siap menembak. Segala jenis burung yang berterbangan di atas dan hinggap di pohon,rumah atau tiang dan kabel listrik boleh ditembak, kecuali burung merpati. Karena merpati itu pasti piaraan orang. Sebenarnya sih boleh aja ditembak, asal jangan sampai ketahuan yang punya. Ada juga beberapa jenis burung dan ayam-ayaman yang suka berkeliaran di bawah dan dekat sawah-sawah. Itu juga jadi sasaran yang dicari, selain ukurannya yang besar, dagingnya juga enak. Sekali lagi, jangan sampai salah sasaran, soalnya banyak ayam dan bebek warga sekitar suka berkeliaran juga.

Matahari sudah lumayan tinggi, burung yang didapat cuma sedikit. Karena lapar akhirnya diputuskan untuk berhenti sebentar dan mulai mengumpulkan daun dan ranting kering. Api dinyalakan lalu burung-burung tadi dimasukkan dalam api tanpa dibersihkan. Setelah bulunya habis terbakar dan dagingnnya kelihatan menghitam langsung diambil. Buang lapisan luar bulu dan kulitnya langsung dimakan. Saya yang kelaparan ikut aja makan, langsung habis daging dan bahkan jeroannya. Yang lainnya bingung, biasanya yang dimakan cuma dagingnya dan bagian dalammnya dibuang semua. Kebetulan burung yang saya makan itu jenis murai kacer yang warnanya hitam putih. Menurut kabar yang beredar sejak jaman dulu, jenis burung itu sukanya makan kotoran. Makanya jarang ada yang mau makan dagingnya, apalagi sampai makan jeroannya.

Saya yang diceritain cuek aja, lagian sudah terlanjur masuk perut, lapar lagi. Mau gimana lagi?
Waktu ditanya rasanya, ya saya jawab “enak”.Masalah belum berakhir, saya baru ingat kalau harus sekolah. Ngga ada yang bawa jam. Ngga ada yang tahu sekarang jam berapa. Saya disuruh bolos sama yang lainnya, tapi ngga mau. Akhirnya saya pamit dan pulang sendirian. Kebetulan ingat jalannya.
Akhirnya sampai juga di rumah dengan sukses, masih sempat mandi dan buru-buru ke sekolah.
Burung bakar yang pertama, rasanya memang enak.

No comments:

Post a Comment