19 February 2009

BOPALA


IMLEK, hari besar yang ditunggu-tunggu. Saatnya berkumpul dan makan-makan dengan keluarga. Baju,celana sampai sepatu semuanya baru. Dan yang paling penting adalah Angpau. Amplop merah yang dalamnya berisi uang.
Tahun 1980-an, waktu masih SD dan SMP. Zaman mash belum ada DS,PSP,Wii, X BOX, TV pun chanelnya masih terbatas. Ada sih yang pasang parabola dan VCD. Tapi waktu itu anak-anaknya lebih sering aktivitas outdoor daripada diam di kamar.

Nah, kalau Imlek anak-anak khan udah punya duit dari Angpau. Biasanya dibelikan mainan atau dipakai buat bayar Becak.
Becak di Sumatera beda dengan yang di pulau Jawa. Supirnya di samping.
Satu becak bisa dimuati 5-8 orang anak. Masing-masing anak harus bayar sesuai dengan jauh dan lamanya perjalanan.

Namanya juga anak kampung, kendaraanya becak, tujuan wisatanya juga ngga keren ( biasanya cuma jalan-jalan keliling kota, mandi di sungai dan ke perkebunan karet).
Jaraknya dari rumah ke perkebunan karet mungkin sekitar 4-5 km. Naik becak rame-rame kesana. Sampai disana semuanya berpencar mencari biji karet (di sebut juga Bopala), dikumpulkan dalam kantong plastik. Kadang ada juga anak kampung disana yang menawarkan, mereka sudah mengumpulkan dan kalau mau tinggal tawar harga dan bayar.

Bopala sering dijadikan mainan, dijadikan taruhan (taruhannya sejumlah bopala, bukan taruhan uang). Caranya masing-masing memilih satu biji yang dianggap paling bagus, terus diadu. Ditumpuk dua dan dipukul, yang pecah berarti kalah. Ada satu jenis bopala yang keras, warnanya bukan coklat seperti biji karet yang biasa, tapi cenderung putih susu atau ada juga yang warnanya cenderung merah. Juga ukurannya agak besar dikit. Dinamakan Parajot (namanya aneh-aneh ya...).

Ada permainan versi brutal menggunakan bopala, ngga tau siapa dalangnya.
Biasanya anak-anak yang naik becak cari bopala bisa sampai 5 becak atau lebih. Bopala yang dikumpulkan itu dijadikan senjata, kalau kebetulan ketemu dengan becak lain yang isinya anak-anak langsung diserang, dilempar dengan bopala tadi. Yang diserang biasanya juga ngga tinggal diam, melempar balik. Jadilah perang-perangan, saling lempar. Apalagi kalau ada lebih dari 2 becak yang ketemu di jalan. Wah, lebih brutal lagi...
Kasihan abang becaknya, sering ikut jadi korban. Kadang abang becaknya juga ikut melempar, mungkin emosi ditimpuk sama anak-anak. Permainan ini meski kelihatan brutal tapi berlangsung fair, tidak ada saling mendendam. Kalau udah selesai langsung baikan dan kalau ada becak yang ngga punya bopala (biasanya yang baru mau ke perkebunan karet, jadi belum dapat bopala) ngga boleh diserang.
Sekarang, permaianan ini udah jarang sekali, mungkin sudah punah.

No comments:

Post a Comment