12 May 2009

Sulap


Zamannya saya masih SD (sekitar tahun 1980-an), masih banyak “Tukang Obat” yang mempertunjukkan acara silat dan sulap yang berbau magis. Namanya juga masih anak kecil, tentu senang aja disuguhi tontonan menarik seperti itu. Apalagi tahun 80-an masih jarang acara tv dan segala macam peralatan elektronik yang canggih.

Pertunjukan biasanya dilakukan oleh 3-5 orang. Mereka datangnya sore menjelang malam. Salah satu anggota akan berjalan mengelilingi kampung sambil memukul benda seperti gong kecil, tapi bahannya tipis seperti kaleng dan bunyinya cempreng. Anak-anak yang sudah hapal dengan suara tadi akan berhamburan keluar dan ikutan jalan-jalan. Sampai kira-kira sudah banyak pengikutnya, anggota tadi kembali ke tempat semula dan akan bersiap-siap untuk memulai acara.

Bukan cuma anak-anak, orang tua, kakek-nenek, dari segala macam usia dan jenis kelamin biasanya berkumpul untuk melihat pertunjukan. Penerangannya cuma dibantu lampu semprong (petromax), batas antara pemain dan penonton cuma garis putih yang dibuat dari taburan tepung kanji (saya pernah kebagian beli tepung kanji di warung, disuruh salah satu anggota). Penerangan yang minim itulah yang mendukung acara sulapnya berjalan lancar.

Acaranya yang masih saya ingat adalah sulap menghilangkan bola, trik kartu. Ada juga adegan kekerasan seperti memecahkan batu kali. Yang paling berkesan dan yang paling saya ingat adalah sulap pisau.
Kebetulan yang dijadikan “korban” adalah teman saya. Disuruh maju ke depan, lalu “suhu/master/ahli sulap” datang menghampiri. Teman saya dipersilahkan duduk di kursi kecil, suhu tadi mengeluarkan pisau silet yang masih baru. Masih dibungkus. Pelan-pelan dibuka dan dicoba untuk memotong kertas. Bahkan penonton juga disodori pisau tersebut untuk mencoba ketajamannya. Setelah dicoba dan puas, teman saya disuruh mengulurkan tangannya.

Kelihatan sekali teman saya ketakutan. Waktu dipegang tangannya oleh suhu, malah digodain. Sambil memegang dada teman saya, suhunya bilang kalau jantung teman saya berdetak kencang seperti kereta api. Akhirnya setelah membaca mantera, tangan teman saya mulai diiris dengan pisau silet tadi. Untunglah teman saya tabah, ngga histeris dan menjerit dan menangis, meskipun wajahnya pucat dan ngga ada suara sama sekali. Dan ajaibnya, ngga ada luka dan darah sama sekali.

Keesokan harinya. Saya dan beberapa teman yang penasaran datang untuk menemui teman saya. Ternyata di tangannya yang kemarin diiris timbul bekas luka. Seperti luka iris yang telah sembuh dan mengering. Aneh, kalau pisaunya tumpul harusnya ngga ada bekas luka. Tapi kalau memang luka, kenapa teman saya tidak merasa sakit dan berdarah.

Tujuan utama dari tukang sulap adalah menjual obat atau dagangannya. Mulai dari segala macam obat gosok, koyo, jimat dan bahkan ada yang jual obat pemutih gigi dan vitamin. Yang bertugas membeli adalah para orang tua, anak-anak cuma menikmati acara hiburannya. Cuma sekarang, acara hiburan (live show) seperti ini sudah langka dan nyaris punah. Gantinya ada di TV.

No comments:

Post a Comment