28 April 2009

Sisik Mutiara (Pearl Scale)


Tahun 2001, waktu saya pulang ke LP, di lantai atas rumah ada kolam besar ukuran 3 x 8 dan tingginya 1,5 meter. Tadinya dibuat koko untuk piara ikan bawal. Tapi ngga jadi. Lagian agak berbahaya. Dengan ukuran sebesar itu dan diisi air penuh, takutnya ngga kuat. Terbukti lantai 2 ada sedikit resapan air di langit-langitnya.

Sayang juga kolam sebesar itu ngga dimanfaatkan. Apalagi saya yang hobi ikan. Waktu saya cerita sama Koko rencana saya untuk piara ikan hias, dia setuju. Lagian kolamnya itu juga sudah disekat menjadi 3 kolam. 1 besar dan 2 agak kecil. Malah saya diajak ke tempat temannya yang punya peternakan ikan hias. Disana beli bibit ikan koki pearl scale (sisik mutiara). Itu lho, ikan yang bentuknya bulat menggemaskan seperti bola. Badannya bintil-bintil, kalau berenang megal-megol.

Masih kecil sih, baru sekitar 2-3 cm dan ada sekitar 500 ekor. Borong 1 kolam harganya sekitar 150 ribu atau 200 ribu (sudah lupa). Senang juga bisa jalan-jalan dan lihat koleksi ikan hias meskipun milik orang lain. Singkat cerita ikannya dibawa pulang dan pindah ke kolam di atas rumah.
Ohya, kebetulan koko punya pompa air. Saya tinggal membuatkan tempat untuk filternya. Tapi perlu juga ke toko buat beli kabel, selang dan aerotor (alat untuk buat gelembung udara). Juga beli terpal plastik untuk tutup kolam. Kalau pas siang hari ditutup, supaya ngga terlalu panas dan airnya ngga cepat kotor atau tumbuh lumut.

Faktor utama memelihara ikan hias adalah kolam, air, ikan dan makanan. Paling bagus kalau diberi pakan alami. Untuk masa pertumbuhan yang bagus adalah cacing sutera. Karena sebagian masih kecil, cacing sutera itu saya cincang biar agak halus. Ya, ibarat ngasih makan mie buat anak kecil. Khan harus dipotong-potong biar gampang dimakan.
Tiap 3-4 hari sekali beli cacing sutera. Sekali beli 2 kaleng susu banyaknya. Harganya kalau ngga salah waktu itu sekitar Go Ceng ( 5 ribu ). Asyik juga sih, jadi ada kesibukan. Beli cacingnya agak jauh, pakai sepeda motor. Yang jual juga punya peternakan ikan hias. Masih ingat dengan cerita “ikan ajaib” yang saya posting beberapa waktu lalu. Nah.... disanalah tempat kejadian itu.

Kalau sudah kesana, paling cepat 2 jam baru pulang ke rumah. Biasanya sampai sana langsung jalan-jalan keliling dari satu kolam ke kolam yang lain. Kadang ngobrol sama yang punya atau karyawannya. Atau ngobrol sama teman yang kebetulan juga kesana.

Minimal satu hari 2 kali saya ke atas lihat ikan. Bangun pagi dan waktu sore sekitar jam 5. Enak juga buat hilangin stress. Capeknya kalau mau ganti air. Pembuangan airnya terlalu kecil. Makanya lambat. Kalau mau nguras kolam, jam 5 pagi sudah mulai saya buang airnya. Biar bisa selesai cepat, sebelum panas.

Sisik mutiara dibesarkan di kolam yang besar, di kolam yang kecil saya piara ikan koki jenis Red Cap dan Oranda. Ada 2 pasang yang sudah dewasa, katanya diberi oleh temannya koko. Ngga sampai 1 minggu saya piara sudah bertelur. Cuma dikit, waktu netas dan sudah mulai kelihatan, saya hitung jumlahnya cuma sekitar 100 ekor. Normalnya minimal 500 ekor atau bahkan ribuan ekor sekali netas.

Dua bulan kemudian sisik mutiar sudah besar, dari sekitar 500 ekor sisa sekitar 200 ekor. Rata-rata perutnya sudah sebesar bola golf, bahkan ada beberapa yang lebih besar. Ada sekitar 20 ekor yang saya pilih, rencananya mau dijadikan indukan. Ada yang warnanya hitam putih seperti panda. Lucu.
Sayangnya rencana itu ngga terwujud, saya keburu berangkat ke Korea. Semua ikannya dijual, Koko ngga ada waktu ngurusin.

No comments:

Post a Comment